Koperasi
Indonesia adalah salah satu badan usaha yang ada Indonesia. Koperasi
diharapakan dapat berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dana kemakmuran
rakyat. Namun saat ini keberadaannya tidak diketahui bahkan sudah tidak
terdengar lagi. Padahal koperasi diharapkan menjadi tombak perekonomian
nasional.
Keberadaan koperasi
sebagai lembaga ekonomi rakyat usianya sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah
relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001, misalnya, berdasarkan data
Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh
Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada
sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi
per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah
koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah
koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga
tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang
menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir
tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang
aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.
Mungkin,
saat ini koperasi di Indonesia memang makin sulit, kondisi ini bisa dilihat
hampir dipelosok negeri, terbukti hanya sekitar 189 jenis koperasi dari sekitar
649 yang melaksanakan rapat anggota tahunan. Dari hal itu dapat kita lihat
bahwa koperasi di Indonesia kurang dikelola dengan baik.
Manajemen koperasi perlu diperbaiki dan harus dibenahi
kembali. Koperasi harus memberikan dampak yang baik untuk sekitarnya.
Keanggotaannya pun harus diperbaiki, karena anggota aktif akan memberikan
dampak yang positif pada suatu koperasi. Maka perlu dilakukan pembaharuan dalam
koperasi, yakni perubahan paradigma dalam pembangunan ekonomi di sektor
koperasi, dan pemulihan jati diri koperasi. Di mana keduanya saling mengisi dan
saling menopang sehingga rasa kebersamaan yang terwujud dalam jati diri
koperasi tidak akan luntur.
Keprihatinan
kita atas terjadinya kesenjangan sosial, dan ketidak adilan dalam segala bidang
kehidupan bangsa, seharusnya merangsang para ilmuwan sosial lebih-lebih ekonom
untuk mengadakan kajian mendalam menemukenali akar-akar penyebabnya. Khusus
bagi paraekonomian tantangan yang dihadapi amat jelas karena justru selama Orde
Baru ekonom dianggap sudah sangat berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi
secara meyakinkan sehingga menaikkan status Indonesia dari negara miskin
menjadi negara berpendapatan menengah. Krisis multidimensi yang disulut krisis moneter
dan krisis perbankan tahun 1997 tidak urung kini hanya disebut sebagai krisis
ekonomi yang menandakan betapa bidang ekonomi dianggap mencakupi segala bidang
sosial dan non-ekonomi lainnya. Inilah alasan lain mengapa ekonomi Indonesia
mempunyai tugas sangat berat sebagai penganalisis smasalah-masalah sosial
ekonomi besar yang sedang dihadapi bangsanya. Perbedaan pendapat di antara ahli
hukum atau ahli sosiologi dapat terjadi barangkali tanpa implikasi serius,
sedangkan jika perbedaan itu terjadi di antara pakar-pakar ekonomi
makaimplikasinya sungguh dapat sangat serius bagi banyak orang, bahkan bagi
perekonomian nasional. Pembenahan harus dilakukan oleh semua sektor, bukan
hanya perusahaan atau koperasi besar, tetapi juga oleh usaha-usaha menengah dan
kecil, termasuk di dalamnya koperasi, apabila mereka masih ingin bertahan
hidup.
Perkembangan koperasi Indonesia yang berkembang bukan
dari kesadaran masyarakat namun berasal dari dukungan pemerintah yang
disosialisasikan ke masyarakat, berbeda dari Negara-negara maju, koperasi
berkembang berdasarkan kesadaran masyarakat untuk saling membantu dan
mensejahterakan yang merupakan dari tujuan koperasi. Dengan kurangnya kesadaran
masyarakat mengenai koperasi menjadikan koperasi kurang maju, karena masayarakat
Indonesia lebih mementingkan keuntungan sendiri ketimbang saling membantu dan
mensejahterakan sesama masyarakat. Jika proses tersebut berjalan pasti koperasi
Indonesia akan berkembang pesat.
Faktor berikutnya yang menjadi penghambat
majunya koperasi menyinggung dari faktor sebelumnya adalah tingkat partisipasi
anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal.
Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk
melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman.
Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan
mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya
serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat
rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus karena tanpa partisipasi
anggota tidak ada kontrol dari anggotanya sendiri terhadap pengurus.
Pada dasarnya lembaga koperasi sejak
awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada
kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata
ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah.
Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak
satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus
diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi
oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata
kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri
sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa
esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski
belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi
bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan
diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur
perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Di Indonesia pengenalan koperasi
memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan
Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan
sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres
Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena
koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan,
kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat
tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian
melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi
(Soetrisno, 2003).
Lembaga koperasi sejak awal
diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada
kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata
ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah.
Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak
satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus
diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi
oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan
bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri,
kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral
lainnya. Sangat banyak orang mengetahui tentang koperasi meski belum tentu sama
pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang
mampu berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih,
organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam struktur
perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Keberadaan koperasi sebagai lembaga
ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun
berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001, berdasarkan
data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di
seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah
keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan
jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali
lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-5November 2001, sebanyak 96.180 unit
(88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif
mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya
35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota
27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif
sebesar 43.703 unit. Namun uniknya, kualitas perkembangannya selalu
menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar
kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar
berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara
mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza
(2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang
sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha
dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi
dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan
koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah,
masih sangat besar.
Maka dari itu berharap untuk kedepannya,
koperasi-koperasi di Indonesia bisa lebih diperhatikan, bisa lebih di arahkan
dan dikelola dengan baik, sehingga tujuan awal pendiri bisa tercapai dah
harapan – harapan rakyat Indonesia untuk koperasi juga bisa tercapai dengan
baik.
Sumber :
- http://elianggra.wordpress.com/2014/01/07/perkembangan-koperasi-di-indonesia-saat-ini/
- http://ekshelvy.blogspot.com/2012/10/wajah-koperasi-indonesia-saat-ini.html
0 komentar: